Muhammad Nuh.

Rangkaian dua nama Nabi ini bukanlah seorang penjagal, pembunuh, bukan pula perampok. Saya yakin membawa bedil saja si Tua ini gemetar ketakutan, jangan tertipu aura mistis intelek dari matanya. Tapi, tanpa si Tua ini sadari, semua omong kosongnya tentang ujung jalan pendidikan menengah (baca:ujian nasional) telah membunuh ribuan, puluh ribuan, atau ratus ribuan (kurang hiperbolis), okeh…jutaan hati generasi2 pelajar berkemejaputih yang konon kabarnya disebut generasi muda yang amat ia banggakan.

Saya peserta UAN 2010 (no. peserta 10-007-059-6, bisa dicek di lotre setempat), tapi saya tidak mau bersusah payah untuk bersikap munafik dengan berpura2 tidak jijik melihat naskah soal2 UAN yang ‘kotor’, ternoda, sudah tidak perawan dan memuakkan. Bagaimana tidak? Berapa ratus pihak sudah, yang telah membeli soal2 itu di ruang gelap dari orang yang serba gelap yang mengatasnamakan diri OKNUM pengaman distribusi kertas soal UAN yang sok gagah dan sok penting.

Desas-desus dari kuping miring saya mendengar bahwa 1 soal UAN dijual seharga 2 juta sampai 4 juta rupiah, atau bahkan lebih (Bisa nggo tuku mendoan se-truk,agagag). Padahal itu cuma kertas biasa yang kalo dibeli di kantin kejujuran cuma seharga 200 perak, bisa gratis malah… hahaha

Kalo sudah seperti itu, saya sarankan kepada tukang bahasa yang dulu berkoar2 “Kejujuran itu mahal harganya” sekarang harus rela menyunting buku ‘Pintar Berbahasa Indonesia’ di seluruh Tanah Air, mengganti kata itu dengan istilah “Kebohongan itu mahal harganya, sekitar 2-4 juta”. Pak Bahasa dan Bu Bahasa mungkin selama ini salah paham dengan konsep kebohongan dan kejujuran. Buktinya kalo siswa yang jujur mengikuti UAN mereka tidak perlu merogoh kocek sebesar itu bukan??

Saya peserta UAN 2010 dan selama pelaksanaan UAN, saya ngambek dengan hape butut 3230 kesayangan. Pasalnya setiap hari inbox saya hanya dipenuhi sms dari teman2 SMA lain yang pertama2 basa-basi tapi ujung2nya menanyakan tentang bocoran soal, atau menanyakan apakah saya membawa hape ketika ujian berlangsung, atau menawarkan berbagai kerjasama dan berbagai bisnis2 lain yang membuat saya kesal dan hape saya yang sudah sepuh itu pun jadi tumbal.

Sebenarnya saya ingin memotivasi mereka, untuk belajar sendiri saja, kalaupun kepepet baru nyontek, eh tapi kok kesannya terlalu pro Muhammad Nuh yang konon kabarnya ingin pelaksanaan UN sebersih mungkin.(Nonsense!! Mimpi kali yee…). Dan habisnya si kantong pulsa alias pulsarangium, membuat saya sedikit beruntung untuk tidak sulit2 mencari alasan kenapa sms dari teman2 saya tidak saya balas.

Pak Nuh…Pak Nuh… Saya kasihan sama Anda, Pak. Sudah botak, gendut, dan pusing2 memikirkan pelaksanaan UAN, tapi masih saja banyak kecurangan2 yang bahkan dilakukan oleh kaun intelek2 Anda bahkan di depan hidung besar Anda sendiri. Yooo… salahmu dhewek to, Brader. Sudah barang kebeneran ada tuntutan wali murid untuk menghapuskan UAN malah sampe ke Mahkamah Agung. Eh, dikau ngeyel saja dan dengan merengek2 meminta memenangkan tuntutan sebaliknya,trus dengan mulut penuh busa, tangan dikacak pinggang dan satu kaki di atas kursi seakan Anda menyampaikan kalau “UAN tetap harus dilaksanakan karena satu2nya standar untuk mengetahui keberhasilan pendidikan secara nasional”. Oooo… Mbahmu!!

Yang kamu maksud standar itu apa to, Pak? Keberhasilan dalam membeli soal2 secara tersembunyi? Keberhasilan untuk menyebarkan kunci jawaban, kemudian membawanya ke dalam kelas tanpa ketahuan pengawas? Keberhasilan untuk mengelabuhi pengawas saat kita mencocokkan jawaban UAN satu sama lain? Itu, kan, definisi keberhasilan yang Anda maksud tapi terlalu DIMANJA dan DIPERMAK dengan bungkus yang terlalu ber-prestise dan terhormat? Dan terbukti! Mereka berhasil!! Keberhasilan dan kebobrokan moral itu adalah anak kembar dambaanmu, to?

Saya peserta UAN 2010 dan saya tidak menyalahkan mereka yang bertindak curang dalam UAN. Saya tahu, saya paham, karena overlapnya kepanikan pra-UAN (yang selalu ditutup2i dengan konyol oleh seluruh sekolah) sudah sejak lama mengatmosfir di masing2 institusi pendidikan dan membuat mereka skeptis terhadap diri sendiri ditambah tuntutan sekolah yang lapar penghargaan dan selalu ingin nilai rata2 terbaik dan terbaik membuat mereka melakukan cara ‘apapun’ untuk memenuhi ngidamnya bapak/ibu guru.

Nah, Tuan Muhammad Nuh yang terhormat, pengin tidak ada kecurangan2 seperti itu lagi? Mudah. Hapuskan UAN … dan …

selesai.

Bersih.

Cling, cling,

Tidak ada UAN, saya yakin tidak ada kecurangan. Karena kecurangan dan UAN sudah seperti kakak adik yang beda rupa tapi tetap dari satu darah yang sama, sudah seperti polimer dan monomer, sudah seperti reaksi kimia setimbang yang satu ada karena yang lain ada, sudah seperti ular yang menggigit ekornya, tidak ada akhir dan tidak ada awal. Kecurangan dan UAN sudah seperti dunia gaib dan dunia nyata, berjalan beriringan tapi yang satu bersembunyi tak kasat mata. Sudah seperti hujan dan hutan, aku ada karena kau telah tercipta (Ooo… lagune Seila On Seven ini anu buat ngritik UAN, to? Hahay)

Masih pengin melaksanakan UAN? Berarti orang paling tidak punya kerjaan kalau beg,beg,begitu. Sadar atau tidak, kebijakan Anda (yang sama sekali tidak bijak) telah meyengsarakan banyak pihak baik secara harfiah maupun kias, baik secara kolektif maupun individu, intinya BANYAK, termasuk saya—sebutir pasir di tengah padang pasir yang luas. Semua itu mbok jadi dosa, Pak. Tobat… Tobat… memangnya kalo setiap tahun mau nambah dosa jadi segunung, itu semua mau dibawa kemana? Pasar Segamas? Diloakkan?

Pak Nuh, Anda orang cerdas (saya yakin!), kalau begitu Anda pasti bisa berpikir. Buktikan kalau SBY memanggil Anda bukan buat jadi penerus penanggung kebudayaan dosa pendidikan semata. Jadi tolong berpikirlah! Gunakan kecerdasan Anda! Gunakan …. HATI Anda! Saya yakin Anda bisa mencari solusi polemik UAN yang sudah mengakar, mejamur dan berlumut ini. Jangan malas menggunakan intuisi. Contohlah orang tua yang siang malam mendoakan anak2 mereka sampai mata sembab hanya agar anak mereka lulus UAN Anda.

Jangan sampai—atau sudah malah—moralitas anak bangsa rusak justru karena ujian intelektual mereka sendiri. Tolong garis bawahi kata2 ini.

Salam damai, Pak Nuh. Semoga Anda bisa mempertimbangkan mana yang lebih baik. Menanggung dosa atau belajar sedikit berpikir. Ini semua demi generasi muda yang -katanya-Anda banggakan.

28-03-2010
by:Hafizhah eL.